Rabu, 14 Desember 2011 16:00 redaksi
Usaha laundry yang menjamur menguntungkan produsen mesin pengering pakaian. Pembuatan alat ini memang agak rumit, tapi tidak butuh keahlian khusus untuk memulai bisnis ini. Margin untung besar dan balik modal cepat. Sebagian pelaku bisnis panen rezeki ketika musim hujan datang. Salah satunya adalah pengusaha penatu alias laundry. Sebagian orang lebih memilih memanfaatkan jasa cuci pakaian lantaran tak ingin repot memikirkan pakaian akan kering atau tidak. Alhasil, saat musim hujan, jumlah order yang tiba ke jasa penatu juga bertumpuk.
Problem ketidakpastian nasib pakaian di musim hujan yang menghantui kebanyakan orang sebenarnya juga terjadi pada pengusaha laundry. Hasil cucian tak cepat kering jika hanya mengandalkan proses pengeringan lewat sinar matahari. Akibatnya, mereka harus mencari cara agar tetap bisa melayani konsumen tepat waktu. Salah satunya dengan memanfaatkan mesin khusus pengering.
Tak heran, permintaan mesin pengering pakaian meningkat di menjelang musim hujan. Beberapa produsen elektronik terkenal memang menawarkan mesin pengering pakaian. Tapi, berhubung kompetisi sangat ketat, para pemain bisnis penatu ingin lebih efisien. Akhirnya mereka mengincar mesin-mesin pengering pakaian bikinan dalam negeri yang sederhana namun memadai kebutuhan.
Tak urung para produsen mesin pengering pakaian dengan teknologi lebih sederhana yang kebagian rezeki. Maklum, mereka menjual mesin dengan harga relatif murah. Sistem pengering mesin ini agak berbeda dengan mesin pengering pada mesin cuci. Mesin berbentuk semacam lemari ini mengeringkan pakaian dalam posisi digantung pada hanger. Proses pengeringan menggunakan uap panas. Mesin pengering ini menggunakan gas elpiji atau listrik sebagai bahan bakar. Prinsipnya, panas dari listrik atau gas dihubungkan instrumen khusus yang bakal menimbulkan uap panas.
Harga mesin pengering ini beragam. Hadi Soerono, pemilik Raja Laundry di Surabaya misalnya, menjual mesin ini seharga Rp 1,1 juta - Rp 7,2 juta per unit, tergantung kapasitas dan daya yang digunakan. Saat musim hujan datang, ia mengaku rata-rata bisa mendapatkan pesanan 100 unit mesin pengering dengan omzet antara Rp 500 juta sampai Rp 800 juta.
Hedmi, salah satu produsen mesin pengering di Jambi bilang, meski baru mulai memproduksi mesin sekitar 4,5 bulan lalu, kini ia telah mendapatkan pesanan 10 unit mesin per bulan. Dia menjual mesin pengering buatannya Rp 5,5 juta per unit. Omzet penjualan Hedmi di atas Rp 50 juta per bulan.
Membidik pebisnis jasa cuci pakaian
Target pasar mesin pengering ini lebih banyak pengusaha laundry. Tapi, tidak sedikit perorangan yang membutuhkan mesin pengering pakaian khusus. Alat ini cukup menguntungkan lantaran kapasitasnya cukup besar, bahkan bisa mengeringkan sampai 200 kilogram (kg). Mesin ini juga menggunakan daya listrik rendah, mulai 60 watt dan elpiji.
Hadi mengaku, peminat mesin ini berasal dari berbagai wilayah di Indonesia. Tapi, rata-rata pembelinya memang masih berasal di beberapa kota di Jawa. “Baru-baru ini pembeli saya banyak dari Kalimantan dan Sulawesi,” papar dia.
Namun, sebagian besar pembelinya berasal dari wilayah Sumatra. Maklum, bentuk fisik mesinnya yang cukup besar sangat menyulitkan untuk pengiriman barang ke luar pulau. “Ongkos pengirimannya menjadi lebih mahal,” kata dia.
Bisnis ini tak hanya menarik karena hasil yang diraup cukup besar. Keuntungan bersih yang dikantongi lumayan. Para produsen mengaku meraup keuntungan 25% - 30% dari omzet.
• Modal awal
Memulai bisnis ini sebenarnya tak membutuhkan modal besar. Hadi, misalnya, mengaku hanya mengeluarkan dana sekitar Rp 5 juta. Dana tersebut dia pakai untuk membeli perkakas pertukangan, seperti gergaji mesin, mesin bor, mesin amplas, mesin untuk melubangi, kikir besar, peralatan kelistrikan, peralatan elektronik, dan beberapa lainnya.
Setelah peralatan siap, Anda harus menyiapkan tempat sebagai bengkel untuk memproduksi mesin ini. Bengkel tidak membutuhkan lahan luas, cukup sekitar 200 meter persegi.
• Proses pembuatan
Pada prinsipnya, membuat mesin pengering hanyalah merakit perangkat yang sudah ada di pasar. Beberapa bahan baku yang dibutuhkan antara lain besi atau kayu sebagai rangka dan plywood atau seng yang digunakan untuk dinding lemari pemanas pakaian.
Selain itu, ada beberapa bahan lain pengantar panas. Paijo, produsen mesin pemanas di Sulawesi, menggunakan elemen untuk memanaskan. Elemen yang dia maksud serupa dengan onderdil yang dipakai dalam kumparan setrika atau microwave. Model serupa juga dibikin oleh Hadi.
Bahan lain yang digunakan adalah kipas angin untuk menyebar panas, thermostat sebagai pengatur daya secara otomatis, ampere meter, transistor, dan beberapa kebutuhan lain. Kalau ingin lebih canggih, peralatan tersebut harus ditambah sensor basah untuk memastikan pakaian sudah kering. Semua peralatan tersebut gampang didapat di pasar.
Hal pertama sebelum memulai membuat alat ini adalah menentukan kapasitas mesin. Langkah awal ini sangat penting untuk membuat seberapa besar ukuran boks atau lemari menampung. Semakin besar kapasitas tampung pengering, semakin besar pula daya yang dibutuhkan. Itu berarti harga komponen dan bahan baku juga semakin besar.
Sebagai contoh, mesin pengering berkapasitas 20 kg membutuhkan biaya bahan baku plywood seharga Rp 700.000, belum termasuk komponen dalam. Harga jualnya Rp 2,5 juta. Ini tanpa memperhitungkan ongkos tukang.
Anda bisa saja meminta bengkel untuk membuatkan perkakas ini dengan spesifikasi yang Anda tentukan sendiri. Tapi, menurut hitungan Hadi, biaya bengkel ini bisa sekitar Rp 1,25 juta. “Kalau semua dibuat sendiri, bisa-bisa sulit memenuhi pesanan,” papar dia.
Boks mesin ini harus dilengkapi pintu engsel dan ventilasi udara. Dalam lemari itu ditempatkan mesin pemanas, kipas, dan pengontrol sistem daya. Agar mesin bisa beroperasi secara otomatis perlu sistem pengontrol berupa thermostat atau sensor basah seperti yang dilakukan pada magic jar. Sensor akan mematikan mesin saat pakaian sudah kering. “Sensor tersebut harus dijepitkan pada pakaian yang paling lama kering,” saran Paijo.
• Karyawan
Meski proses pembuatan terkesan rumit, pada dasarnya proses perakitan mesin ini cukup gampang. Para pembuat mesin ini mengaku tidak membutuhkan keahlian khusus. “Saya dulu hanya seorang satpam dan mencoba untuk merakitnya,” ujar Hadi yang terjun ke bisnis ini sejak empat tahun lalu. Begitu pula dengan Hedmi yang sebelumnya merupakan pemilik bengkel.
Kebutuhan karyawan untuk memproduksi mesin ini sangat tergantung kapasitas produksi. Hadi mengaku, saat ini, mempekerjakan sekitar 16 orang karyawan dengan kapasitas produksi 100 mesin per bulan.
Paijo bilang, dua orang karyawan sebenarnya sudah bisa membuat mesin pengering pakaian. Hanya saja, jumlah produksi juga tidak akan banyak. Selama satu hari, mungkin hanya ada satu mesin yang bisa dihasilkan. Tak semua karyawan harus mengerti tentang teknologi mesin. Dia menyarankan, cukup satu orang pegawai yang tahu teknologi mesin pengering pakaian. “Biaya upah menjadi lebih besar kalau semua ahli,” kata dia.
Meski bisa dikerjakan orang lain, ada baiknya Anda juga memahami cara kerjanya. “Saya memang tidak mengerti benar masalah elektronika, tapi saya selalu memberi pengarahan kepada karyawan tentang kemajuan teknologi yang harus ditambahkan,” terang Hadi, juragan penyuplai mesin pengering asal Surabaya ini.
• Tes kualitas mesin
Sebelum dipasarkan, Anda harus melakukan tes untuk memastikan alat berfungsi baik, aman dan berkualitas. “Dulu, saya memang tidak langsung menjualnya karena semula untuk kebutuhan laundry sendiri,” aku Hadi. Tapi, berhubung banyak orang tertarik, ia membuatnya secara massal.
Hadi membutuhkan cukup banyak waktu untuk meriset kemampuan mesin sebelum memasarkan. Meski menjamin kualitas bagus, dia tak langsung mendapatkan pembeli. “Saya mencoba memasarkan melalui berbagai media,” terang dia.
Paijo yakin, dengan pengenalan produk yang cukup luas, seharusnya produk mesin pengering pakaian ini gampang diterima pasar. Meski tidak memproduksi secara massal, setiap bulan, Paijo mengaku selalu ada yang memesan mesin. “Rata-rata mereka adalah pengusaha laundry,” tegas dia.
Begitu bisnis ini sudah jalan, para pelaku sepakat bisa balik modal dengan cukup cepat, bahkan dengan satu produksi mesin setiap bulan. Maklum margin satu mesin 25%-30%. Cuma, butuh waktu untuk mengenalkan alat ini ke pasar.
Nah, siapa tergoda turut memanfaatkan musim hujan?
(sumber : kontan online)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar